Susunan batuan
daerah penelitian yang beraneka ragam dan acak tidak dapat dipisahkan dari
proses geologi yang membentuknya. Susunan batuan yang acak tersebut terbentuk
sejalan dengan pembentukan daerah tersebut yaitu pada saat pembentukan pulau
Sulawesi meliputi saat terjadinya pemisahan lengan barat Sulawesi dengan pulau
Kalimantan. Dari semua jenis batuan dan strukrur geologi yang dijumpai
dilapangan, oleh beberapa ahli geologi membagi proses pemisahan pulau Sulawesi
dan Kalimantan kedalam beberapa bagian termasuk batuan yang terbentuk pada
waktu tersebut. Urutan proses tersebut adalah sebagai berikut:
A. Zaman Trias
Bawah
Pada Zaman Trias
Bawah ini terjadi subduksi atau tunjaman lempeng oseanik Pasifik margin Barat
di bawah lempeng kontinen Eurasia (Margin Timur Pulau Kalimantan) dengan tipe
tunjaman convergent compressive margin. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
kompleks akresi atau kompleks hancuran pada daerah pertemuan dua lempeng
tersebut sedang pada lempeng pasifik again Barat terjadi rifting akibat tension
yang dihasilkan dari subduksi tersebut. Selain akresi pada daerah pertemuan
antara dua lempeng tersebut terjadi pula deformasi batuan akibat perubahan
tekanan dan temperatur yang dihasilkan oleh benturan kedua lempeng tersebut.
Gambar 1. Subduksi lempeng Pasifik Barat terhadap margin
Timur lempeng Eurasia (Kalimantan) pada Zaman Trias Atas. Terlihat adanya
pembentukan kompleks akresi yang kuat (Sukamto, 1982)
B. Zaman Trias Atas
Pada Zaman Trias
Atas Pergerakan lempeng Pasifik Barat menunjam ke bawah lempeng Eurasia terus
berlanjut hingga margin Barat yang tadinya mengalami rifting ikut menunjam
masuk ke bawah marjin Timur Kalimantan. Tekanan yang semakin besar akibat
penunjaman ini mengakibatkan terjadinya perlipatan dan metamorfisme terhadap
kompleks akresi yang telah terbentuk sebelumnya. Sementara di sisi terluar
akresi berupa hancuran disertai endapan awal ikut menunjam masuk ke bawah
mengikuti tunjaman lempeng pasifik merupakan awal pembentukan mélange. Proses
metamorfisme terhadap kompleks akresi menghasilakan sekis biru – sekis hijau
yang merupakan penciri metamorfisme.
Gambar 2.
Metamorfisme pada kompleks akresi menghasilkan sekis hijau dan sekis biru pada
Zaman Trias Atas (Sukamto,1982)
C. Zaman Jura
Tekanan subduksi lempeng pasifik terhadap
lempeng Eurasia yang lebih pasif semakin besar sehingga menyebabkan deformasi
kuat dan metamorfisme terhadap kompleks akresi. Penambahan tekanan yang semakin
besar menyebabkan terjadinya peremukan yang merupakan sumber material penyusun
mélange. Peremukan ini berlangsung pada kedua lempeng sehingga pada mélange
ditemukan perpaduan material yang berasal dari lempeng kontinen dan oseanik.
Selanjutnya material-material tersebut ikut masuk ke bawah bersamaan penunjaman
membentuk mélange. Dan kembali tersingkap oleh lanjutan dari tekanan subduksi
lempeng Pasifik Barat.
Gambar 3. Deformasi kuat dan remetamorfisme serta
pembentukan mélange pada Zaman Jura (Sukamto, 1982)
D. Zaman Kapur
Pada Zaman Kapur
ini diperkirakan telah terjadi pengendapan sediment laut dalam jumlah besar
berdasarkan umur chert dan endapan flisch (endapan trench yang terbentuk pada
slope lereng yang besar) dan endapan laut dalam lainnya. Kondisi ini hanya bias
tercipta jika telah terbentukj cekungan. Sehingga dapat diinterperetasikan
bahwa pada Zaman ini terjadi subsidence pada daerah pertemuan dua lempeng
membentuk palung (trench) akibat penekukan lempeng pada gerak konvergen yang
disertai dengan transgresi.
Gambar 4. Subsidence dan Transgresi; sedimentasi flisch
dan chert. Pembentukan busur magmatisme Manuggal dan Alino pada Zaman Kapur.
E. Kala Paleosen
Pada Kala ini
terjadi pelepasan bagian lempeng Pasifik Barat yang telah menunjam ke bawah
lempeng Eurasia, masuk dan melebur ke dalam lapisan astenosfer bumi. Pelepasan
ini menyebabkan hilangnya gaya tekan ke atas secara drastis yang menyebabkan
terjadinya subsidense besar-besaran pada cekungan dan pada kompleks akresi baru
secara Full apart (adanya gaya tarik antar lempeng yang kemudian berlanjut
dengan struktur yang bekerja yaitu sesar turun, (kamus geologi). Subsidense
cekungan juga didukung oleh pembebanan lapisan sedimen laut dalam yang tebal.
Pelepasan bagian lempeng ini juga menyebabkan hilangnya sebagian besar gaya
tekan pada proses metamorfisme yang terjadi terus menerus atau progradasi
metamorfisme yang terjadi terus menerus atau progradasi metamorfisme pada
pertemuan kedua lempeng sehingga dapat ditemukan adanya kontak antara
metamorfisme tingkat tinggi (protolith batuan beku ultrabasa) dan tingkat
rendah (protolith endapan pelitik) yang menunjukkan adanya perubahan tekanan
dan temperatur secara besar-besaran.
Gambar 5. Subsidense terhadap kompleks akresi Full Apart,
serta pengendapan
sedimen deltaic (Sukamto, 1982)
sedimen deltaic (Sukamto, 1982)
F. Kala Eosen-Oligosen
Akibat pembebanan
lapisan sedimen laut dalam subsidense terus berlanjut dan kondisi lingkungan
pengendapan semakin mengarah ke laut dangkal akibat pendangkalan oleh tebalnya
lapisan sedimen laut dalam. Pada Kala ini terendapkan Formasi Mallawa yang
beranggotakan antara lain batupasir dan batugamping klastik dengan sisipan
batubara yang menunjukkan lingkungan pengendapan transisi atau deltaik.
Sementara akibat pendangkalan oleh penebalan lapisan sedimen, lingkungan pada
cekungan ini mengarah ke arah laut dangkal dan terjadi pengendapan sedimen
karbonat secara besar-besaran menghasilkan Formasi Tonasa dengan ketebalan
sekitar 3 km. Dan aktvitas vulkanisme bawah laut pada kerak oseanik terus
berlanjut.
Gambar 6. Lanjutan subsidens serta pengendapan sedimen
karbonat dan batuan –
batuan klastik (Sukamto, 1982)
batuan klastik (Sukamto, 1982)
G. Kala Miosen
Akibat imbas gaya
dari tumbukan lempeng, lempeng kontinen yang lebih kaku dan tebal menderita imbas
gaya yang lebih besar, sehingga menciptakan zona – zona lemah pada marginnya;
kompleks akresi, dimana akibat lanjutan Full Apart, menyebabkan terjadinya
penipisan margin lempeng dan pada akhirnya menghasilkan spreading. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya injeksi magma astenosfer, dimana arus gaya yang
dihasilakan oleh arus konveksinya mengakibatkan terjadinya rifting margin
kontinen. Proses lanjutan dari rifting; akan membentuk busur atau arc dan
cekungan back- arc.
Gambar 7. Spreading pada lempeng Eurasia yang merupakan
awal dari pembentukan Selat Makassar (Sukamto, 1982)
H. Kala Miosen-Pliosen
Pada Kala ini
rifting tepian kontinen Eurasia telah berkembang lebih lanjut dan seiring
dengan semakin besarnya tekanan akibat tumbukan lempeng, lempeng oceanic muda
yang terbentuk akibat rifting tersebut mengalami uplift yang menghasilkan
obduksi ofiolit pada daerah Barru dan Pangkep. Dan pada sisi lain mulai
mengalami penunjaman ke arah bawah busur yang terbentuk pada Kala Miosen
Sedang pada cekungan intrusi magma semakin aktif dan membentuk intrusi-intrusi sill-dike dan stock serta plutovulkanisme. Pada Kala ini terjadi kegiatan vulaknisme besar-besaran, dimana kegiatan vulaknisme camba berkembang dengan pesat sehinggan endapan material vulkaniknya menutupi hampir sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan. Dan pada lempeng kerak oceanik kembali terjadi kegiatan vulaknisme bawah laut yang diperkirakan terhenti pada Kala Miosen.
Sedang pada cekungan intrusi magma semakin aktif dan membentuk intrusi-intrusi sill-dike dan stock serta plutovulkanisme. Pada Kala ini terjadi kegiatan vulaknisme besar-besaran, dimana kegiatan vulaknisme camba berkembang dengan pesat sehinggan endapan material vulkaniknya menutupi hampir sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan. Dan pada lempeng kerak oceanik kembali terjadi kegiatan vulaknisme bawah laut yang diperkirakan terhenti pada Kala Miosen.
Gambar 11. Obduksi oceanik baru bentukan
spreading Makassar Strait terhadap lengan Barat Sulawesi (kompleks ofiolit
Barru – Pangkep, yang dilanjutkan dengan subduksi (Sukamto, 1982)
I. Kala Pliosen–Plistosen
Penunjaman Kerak oseanik muda ke arah
busur mengakibatkan terjadinya pembalikan busur dan terbentuknya subduksi
bimodal atau subduksi dari dua arah yang berbeda/berlawanan. Akibatnya pada
lengan Sulawesi Bagian Barat terbentuk busur magmatisme yang ditandai oleh
aktifnya gunungapi Pare – pare. Serta penunjaman kembali atau re-thrusting
ofiolit. Pada Kala ini penempatan Bantimala Kompleks telah mencapai tahap
akhir.
Gambar 12.
Penempatan Bantimala Kompleks (seperti sekarang)
0 komentar:
Posting Komentar